Laman

Game Reward

Game Reward

Monday, 13 August 2012

MARI BELAJAR SEJARAH DARI FILIPINA ANALISA KODE HUKUM KALANTIAW


PENDAHULUAN

Wah, apaan nie!? emang kurang apa dengan sejarah nusantara? Banyak yang belum ketahui, dipelajari, diselidiki, teramat kaya dan masih kaya sejarah nusantara dibanding dengan Filipina? Memangnya kenapa dengan sejarah Filipina sampai ngajak-ngajak belajar darinya? Mungkin itu pertanyaan spontan atas judul artikel yang penulis tampilkan. Eitsss, sabarrr, sebentar dulu ya, kasih kesempatan penulis untuk menjelaskannya maksud dan tujuannya. Dijamin! Pasti ada maksud dan tujuannya dari penulis.

Begini. Terdapat beberapa kesamaan latar belakang sejarah antara sejarah Filipina dan Nusantara kalau dikupas lebih tebal (penulis menyebut nusantara sebutan lain untuk Indonesia, Nusantara nuansanya lebih ke tempo doeloe, gak ada yang keberatan kan?), selain itu ada beberapa peristiwa penting yang terjadi dengan sejarah di Filipina, dan secara faktual ini mengubah arah sejarah mereka, yang notabene sudah mendarah daging dalam kehidupan mereka, dulunya, bahkan semua lapisan dan level strata kehidupan baik kenegaraan, sosial dan budaya, dunia pendidikan dan lain sebagainya juga tidak luput dihiasi dengan kerangka sejarah yang dianggap dan memang telah dibuktikan tidak benar, alias aspal, asli tapi palsu, asli memang ada sumber informasinya tapi isi kandungannya adalah suatu kepalsuan.

Tapi pada akhirnya, sebagian besar dari mereka lambat laun menyadari walaupun kenyataan itu terasa pahit, dan sangat tragis. Sejarah yang mereka banggakan tiada lain hanyalah bualan kosong, karya seorang atau sekelompok atau atas nama suatu kepentingan tertentu. Sebagian dari mereka lagi masih bertahan, karena dianggap layak dengan suatu nuansa kaum dan teramat sulit untuk diubah pemahaman yang sudah berurat dan berakar tersebut, walau secara ilmiah, atau keilmuan sudah bisa dibuktikan bahwa itu dusta, palsu.

Beberapa dokumen sejarah Filipina setelah diteliti dan dikaji kandungannya oleh para ahli sejarah, dan melalui kesepakatan para ahli sejarah juga ternyata dokumen-dokumen sejarah itu palsu, sungguh menjungkirbalikkan semua kondisi, pandangan, hargadiri, pakem standar dan lain sebagainya, suatu kenyataan yang secara perasaan tidak bisa diterima dengan begitu saja dengan mudah. Semua kajian, debat, diskusi, inspirasi, berbagai hasil karya sastra dan lain sebagainya yang mengacu pada dokumen tersebut harus menerima kenyataan, dihempaskan begitu saja, menjadi timbunan sampah ide dan kreatifitas. Mereka dihinakan oleh inisiatif atau niat pemalsu, sekali lagi sungguh kenyataan sejarah yang teramat pahit, sepahit-pahitnya, derita perasaan yang terelakan, sungguh dramatis.

LATAR BELAKANG

Penulis menyajikan artikel ini dilatarbelakangi oleh tulisan-tulisan penulis sebelumnya, terdapat banyak pertanyaan dibenak penulis tentang sejarah nusantara, ada yang biasa-biasa saja, ada setengah biasa, ada yang luar biasa ada juga yang terasa sungguh aneh, bahkan menuju ketidakrealistisan dan ketidaklogikaan, itu yang dialami penulis. Wajar memang, untuk mengenal sejarah tentunya harus membaca, mengkaji dan bahkan sampai meneliti sejarah itu sendiri, pasti dalam perjalananya akan menemukan keberagaman seperti diatas, dan penulis sangat bersyukur, positifnya penulis yang tadinya buta terhadap sejarah bangsa sendiri, sedikit-demi sedikit terbuka pandangan, walau terkadang belum jelas, dan terapi atas kebutaan tentang sejarah itu dilakukan dengan cara yaitu dengan terus menerus membiasakan membaca, membaca dan membaca serta membaca. Ya, intinya harus membaca, iqro! 

Alhasil sudah bisa merasakan, meraba dan mencium aroma wangi dari sejarah nusantara yang kita cintai, walau untuk mengetahui bentuknya harus lebih banyak lagi belajar dan terus belajar, setidaknya bayang-bayang bentuk tentang sejarah nusantara sudah samar-samar penulis dapat kenali. Tentunya penulis berharap banyak masukan, saran, ide dan bahkan kritik dari pembaca budiman, penulis sampaikan rasa terima kasih tak terhingga.

Berbicara sejarah, prosedur standar untuk pengkajian dan penelitiannya harus melalui beberapa urutan dari bukti sejarah itu sendiri sebagai bahan materi ujinya, terdapat bukti sejarah yang bersifat primer, sekunder dan lainnya, pembaca tentu sudah tidak asing lagi dengan SOP seperti itu. Syah atau tidaknya cerita sejarah yang diakui oleh semua pihak bisa dilihat dengan kuat atau lemahnya bukti yang diajukan, makanya ada beberapa penilainya tentannya seperti syah atau shohih, lemah, meragukan, masih diperdebatkan, salah, keliru, palsu dan lain sebagainya, bahkan sudut pandang dan latarbelakang kepentingan suka ikut-ikutan menjastifikasi penilaian bahkan menghakimi hal-hal tersebut juga, ini tidak bisa terelakan. Ada yang setuju, langsung setuju (taqlid buta), ragu-ragu, remang-remang (ehhh kaya kafe....ga ada yang ginian kaleee...hehehe, langsung-X aja), menolak dan lain-lain.

Sejarah,  memang ditakdirkan untuk manusia menjadi sumber yang gak akan pernah habis untuk dibicarakan, digunjingkan, dirumorkan, diisukan, digosipkan, dipelajari, diteliti, dianalisa dan lain-lain bahkan bisa juga diperjualbelikan, beneran nie!? Why not. Sungguh sangat banyak kata kerja untuk sejarah, tiada matee-nye! Ya, karena sejarah mempunyai sifat yang sangat terbuka dan bebas untuk mendapat berbagai perlakuan dan diperlakukan seperti itu, memang teramat kaya untuk dieksplorasi, itulah sejarah.

Satu hal yang penting dan perlu dingat, semua perlakuan terhadap sejarah karena memang ada tujuan, maksud dan kepentingan dari sejarah itu sendiri. Sejarah tidaklah berarti kalau tidak bisa menimbulkan dampak yang berarti bagi kehidupan manusia, baik untuk saat ini ataupun untuk masa depan, itulah kepentinganya, ada sumbangsih dari sejarah yang mempengaruhi dua masa itu, masa sekarang dan masa depan. right?

Hal yang wajar kalau kalau selalu ada hal-hal baru atau temuan bukti sejarah baru, tulisan baru yang bisa jadi merupakan penulisan ulang yang digubah atau revisi total, pendapat baru, teori baru dan lain sebagainya tentang sejarah, sesuai dengan kepentingan masa kini dan masa depan tentunya, tapi tetap dalam melakukannya harus patuh dan taat terhadap azas atau kaidah-kaidah pembuktian sejarah seperti yang disampaikan diatas, sebelumnya.

Dalam artikel-artikel lain yang penulis buat, penulis sering mempertanyakan dan bahkan mencoba mengambil kesimpulan-kesimpulan (sifatnya opini pribadi) tentang beberapa peristiwa sejarah, seperti:
  1. Mengapa catatan sejarah di Nusantara pada awal abad masehi seolah-olah hilang, lenyap?
  2. Apakah kisah Ken Arok, Sumpah Palapa, perang Bubat itu pernah ada dan apa benar kejadiannya seperti itu?
  3. Apakah kisah Gajah Mada itu seperti itu seperti yang disampaikan dalam Naskah Pararaton?
  4. Pola hubungan seperti apakah anatara kerajaan Sunda dan Majapahit pada jaman dulu?
  5. Apa seratus persen benar, tentang cerita sejarah yang disampaikan oleh kitab-kitab atau naskah, atau manuskrip kuno dan lain-lain yang notabene catatan sejarah itu termasuk katagori sumber sejarah klasifikasi sekunder, bukan primer?
  6. Apakah hanya masa kerajaan Majapahit yang bisa mempersatukan atau “menaklukan” Nusantara? Apa Majapahit juga tidak belajar dari kerajaan-kerajaan sebelumnya?
  7. Apakah yakin dengan apa yang disampaikan oleh para sejarawantentang sejarah Nusantara, terutama para sejarawan pada masa penjajahan?
Itulah pertanyaan-pertanyaan dasar yang merupakan inspirasi bagi penulis sehingga penulis mencoba membuat tulisan dalam artikel-artikel sebelumnya, dasar pertanyaan itu karena memang peristiwa-peristiwa sejarah seperti yang dipertanyakan diats itu tidak didukung oleh bukti-bukti primer. Tentang keyakinan terhadap para sajarawan, ya karena harus tetap ada pertanyaan, apakah mereka benar-benar independen yang mengatasnamakan keilmuan ataukah ada kepentingan yang melatarbelakanginya sehingga tentu akan mempengaruhi tentang informasi cerita sejarah yang disampaikannya.

Pertanyaan yang menandai tulisan artikel ini adalah apakah alur sejarah yang ada sekarang dan diakui oleh khalayak memang begitukah keadaanya atau ada diantaranya yang dicurigai mengandung kepalsuan tentang sejarah Nusantara? Oleh karena itu, penulis mengajak pembaca yang budiman untuk menyimak peristiwa sejarah dari negeri tetangga yaitu Filipina.

Dugaan pemalsuan sejarah terjadi disana, dan pembuktian akan hal ini dilakukan secara ilmiah, bukti-bukti yang mendukung sifatnya kuat, bisa dipertahankan dari sisi alasan dengan komunitas para ahli sejarah lainya dan belum ada yang bisa menyanggah terhadap pembuktian kepalsuan cerita sejarah tersebut.

Mari berlanjut ke bahasan berikutnya, tentang kisah pemalsuan sejarah tersebut, stay tune on this article.....lanjut maaaaaang, setuju mas brooowww! Hehehe.

MARI BELAJAR SEJARAH DARI FILIPINA

BAHAN MATERI TENTANG KEPALSUAN SEJARAH FILIPINA

Pada tahun 1996, The National Historical Institute (NHI) di Filipina, negaranya Aroyo dan Markos, kedua nama itu sebutan untuk presiden yang terkenal di negara itu, mengeluarkan pernyataan bahwa Kalantiaw, Sikatuna, Limasawa adalah bentuk kepalsuan sejarah. Yang pertama adalah tipuan, Hoax. Yang lain adalah produk dari kebodohan. Yang terakhir adalah hasil dari logika yang salah.

Pertama, Kalantiaw yang dimaksud ditujukan untuk Code of Kalantiaw (Kode Kalantiaw), isinya merupakan hukum terhadap berbagai hal yang menyangkut pidana, isinya mengerikan, sadis dan menimbulkan pertentangan agama, silakan baca di link ini tentang isi Kode Kalantiaw. Kedua, Sikatuna yang dimaksud ditujukan atas Ordo Sikatuna yang dibentuk berdasarkan keputusan pemerintah (sebut saja kepres) Filipina yang ditandatangani oleh Presiden Elpidio Quirino pada tanggal 27 Februari 1953. Dan masih dengan keputusan pemerintah tentang peringatan perjanjian Filipina dengan negara asing, yang kemudian pada era kepersidenanGloria Macapagal Arroyo keputusan pemerintah ini dibatalkan, dengan alasan telah terjadi kesalahan sejarah.

Ketiga, Limasawa yang dimaksud ditujukan nama Pulau yang diduga menjadi bagian tidak terpisahkan dari Mindanau berdasarkan hipotesa yang dikisahkan oleh seorang seorang misionaris Jesuit, Fr. Francisco Combes ,SJ, bahwa Limasawa adalah tempat pertama yang dikunjungi oleh Magellan dan armadanya yang berlabuh dari 28 Maret - 4 April Maret 1521 ditandai dengan adanya acra Misa pertama kali pada jum’at Agung 1521.

Yang jadi masalah sejarah tentang Limasawa adalah apa yang digambarkan Fr. Francisco Combes ,SJ tentang Limasawa adalah sama dengan pelabuhan Mazaua tempat Magellan pertama kali berlabuh. Sedangkan secara data geologi, geografis, geomorfologi, arkeologi, kategori histriographic dan yang seperti dijelaskan oleh saksi mata berdasarkan kronik sejarah dari Antonio Pigafetta, Gines de Mafra, Francisco albo, Pilot Genoa, Martín de Ayamonte, serta perhitungan dari Antonio de Brito, Andrés de San Martín, Antonio de Herreray Tordesillas, dan Transylvanus Maximilianus bahwa Mazau adalah pelabuhan tempat Magellan berlabuh, dan dsinilah letak kontroversi sejarahnya, bukan Limasawa, tentunya setelah ada kajian ilmiah tentang Mazaua, tapi sebelumnya sejarah Filipina menerima apa yang disampaikan bahwa Limasawa adalah Mazaua yang dimaksud.

Masa 36 tahun sebelum pernyataan The National Historical Institute (NHI) diatas muncul sebuah kajian dan penelitian atas Kode Kalantiaw,kode yang pertama kali muncul di Legenda Kuno dari Pulau Negros terdapat pada sebuah buku atau kitab yang dianggap berasal dariseorang biarawan fiktif bernama José María Pavon tetapi sebenarnya adalah pemalsuan oleh José E. Marco (sekitar 1877 sampai dengan1963yang mengklaim telah menemukan kode Kalantiaw tersebut pada tahun 1913, selama masa itu hampir tidak ada yangmempertanyakan keasliannya, kode Kalantiaw bertahan selama lebih dari 50 tahun sampai seorang sejarawan, William Henry Scott, menyatakan bahwa kode itu merupakan sebuah penipuan sejarah, tahun 1968.

Datu Kalantiaw  adalah seorang yang disebut Bendahara RajahKalantiaw (red, Rajah=Raja), Kalantiaw kadang-kadang dieja Kalantiao, Mitos sejarah Filipina yang dikatakan telah menciptakan kode hukum pertama di Filipina, yang dikenal sebagai Kode Kalantiaw, dibuat pada1433.

Kode Kalantiaw itu termuat dalam salah satu dari lima naskah yang diperoleh dari Jose E. Marco pada tahun 1914yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Filipina.

Kode Naskah Antiguas Leyendas salah satunya (bagian dari Kode Kalantiaw) dijadikan sumber sejarah oleh Sejarawan William HenryScott dan ditegaskan dalam tesis PhD-nya (doktoral) mengenai “Critical Study of the Prehispanic Source Materials for the Study of Philippine History” (Studi Kritis Bahan Sumber Prehispanic untuk Studi Sejarah Filipina). Tesis dari William Henry Scott menegaskanbahwa tidak ada bukti bahwa penguasa Filipina dengan nama Kalantiawpernah ada atau bahwa setiap kode Hukum Pidana Kalantiaw lebih tua dari tahun 1914.

Scott, sebut saja begitu namanya, supaya cepat, berhasil mempertahankan tesis pada tahun 1968 di depan sidang panelsejarawan terkemuka Filipina, seperti sejarawan: Teodoro Agoncillo,Horacio de la Costa, Marcelino Foronda, Nicolas Zafra, dan GregorioZaide.

Tesis ini diterbitkan oleh University of Santo Tomas Press pada tahun 1968. Para Sejarawan Filipina setuju untuk menghapus dan menyebutkan Kode Kalantiaw untuk rujukan tentang sumbaer sejarahFilipina dimasa depan.

Pada awalnya seorang sejarawan bernama Josue Soncuya, memperkuat tentang Kode Kalantiaw dengan menerbitkan terjemahan Bahasa Spanyol dari kode Kalantiaw pada tahun 1917, dan menulis tentang hal itu dalam bukunya “Historia Prehispana de Filipinas” (SejarahPrehispanik dari Filipina)Soncuya menyimpulkan bahwa Kode ini ditulis untuk Aklan karena kehadiran dua Aklanon bukan kata-kataHiligaynon dalam teks, dan kata-kata Aklan, Pulau Panay ditambahkan kemudian ke versi terjemahan Soncuya itu ("Echo en al ano 1433 -Calantiao-3 Regulo").

Penulis lain sepanjang abad ke-20, dan sampai hari ini, mengakui bahwa mitos dari Kode Kalantiaw tidak lagi menjadi bagian darisumbar sejarah untuk teks-teks sejarah standar di Filipinameskipunmitos itu begitu, hoax, tapi masih tetap dipercaya oleh sebagian masyarakat terutama oleh sebagian besar kaum Visayans, Mindanau, Filipina tengah.

Data sejarah lain yang dipalsukan adalah tentang legenda yang sangat terkenal di Filipina yaitu Legenda Maragtas. Legenda yang berasal dari buah pikiran (terlalu kasar kalau disebut hasil halusianasi hehehe) Pedro A. Monteclaro, di Iloilo pada tahun 1907Berdasarkan legenda tersebut maka lahirlah peringatan tentang Ati-atihan, yang merupakan festival dari sebuah karnaval yang dirayakan setiap tahunnya oleh masyarakat di Kalibo, Filipina pada hari raya Santo Nino, ditampilkan dengan cara para peserta memakai pakaian aneh-aneh, tubuh dilumuri cat warna-warni, tarian liar dan diringi nyanyi-nyayian di sepanjang jalan.

Legenda Maragtas ini menceritakan tentang proses migrasi penduduk dari Kalimantan sekitar abad ke-13, ada yang menegaskan kisaran tahun 1250 masehi, terdiri dari sepuluh datu yang mencari kebebasan alih-alih menghindar akibat pemerintahan yang kejam dari seorang Raja yang bernama Makatunaw di Kalimantan. Rombongan kesepuluh datu, tentunya dengan para pengikutnya, dipimpin pula oleh sepasang suami istri yaitu Ati Marikundo dan Maniwantiwan, Makanya nama perayaan Festival Ati-atihan diambil dari nama tersebut.

Legenda Maragtas ini sendiri sejatinya dipercaya sebagai awal mula terbentuk atau lahirnya bangsa atau penduduk Filipina, dan itu sudah terpatri dibenak masyarakatnya, bahkan sampai saat ini kepercayaan dan keyakinan itu masih dianut oleh sebagian kaum, dibeberapa daerah Filipina. Adalah para ilmuwan seperti H. Otley Beyer, Robert B. Foxdan F. Landa Jocano, juga yang lainnya yang mencoba melakukan kajian dan penelitian terhadap kebenaran tentang legenda tersebut.

Legenda Maragtas intinya menerangkan tentang teori migrasi dan para ilmuwan secara jelas menolak ide migrasi dari Legenda Maragtastersebut, mereka menyatakan bahwa teori migrasi yang berdasarkan Legenda Maragtas terlalu sederhana, sedangkan menurut penelitian dari bukti-bukti sejarah, jauh sebelum tahun yang ditunjukan oleh legenda tersebut didapat bahwa penduduk Filipina telah terbentuk. Berdasarkan teori migrasi hasil kajian dan penelitian mereka menyatakan bahwa proses terbentuknya bangsa Filipina sangatlah komplek, terlahir dari proses asimilasi budaya yang beraneka ragam, tidak bisa dijelaskan secara sederhana oleh sebuah legenda yang nyata-nyata adalah hasil karya imagenier dari sesorang yang bernama Pedro A. Monteclaro.

MARI BELAJAR SEJARAH DARI FILIPINA

ANALISA KEPALSUAN SEJARAH FILIPINA

Patut diingat! Yang dianggap palsu sekarang dalam sejarah Filipina, pada masanya merupakan cerita sejarah yang tidak terbantahkan, boleh dikatakan berjaya pada masanya. Dilihat dari waktu kemunculannya dan awal dari kemunculan kontroversi tentangnya, cerita sejarah itu mampu bertahan sekitar setengah abad, kurang lebih 50 tahunan, dan ini adalah rentang waktu yang cukup lama yang berdampak serius terhadap pemahaman dan pengetahuan dari mitos atau legenda itu, dan materi sejarah yang terdapat didalamnya sudah bertahan dan tertanam kuat dibenak masyarakat secara luas.

Berjalannya waktu, itulah lambat laun cerita sejarah yang diduga bahkan terbukti nyata secara ilmiah oleh para ilmuwan sebagai cerita sejarah yang diselimuti oleh kabut kebohongan dan kepalsuan, akibatnya semuanya tersesat, tidak tentu arah akibat kabut yang semakin tebal itu, dan efek terparah adalah sebagian masyarakat sudah menghirup udara yang sudah tercampuri oleh kabut tebal yang tidak bisa dihindari tersebut, apa kejadianya? Timbulnya penyakit, kekebalan mental akibat kabut yang terhirup dan merupakan racun pikiran bagi mereka yang menerima secara membabi buta tentang sejarah tersebut. Begitulah kira-kira gambaranya.

Pada awalnya terasa berat memang, sejarah yang selama ini diagung-agungkan dan dibanggakan sebagai warisan budaya leluhur bangsanya, bahkan sering dijadikan jargon-jargon untuk menumbuhkan semangat kebangsaan atau kepentingan lain, seperti pariwisata dan pendidikan, akhirnya harus menyerah pada kenyataan apa yang selama ini mereka pegang dengan kuat hanyalah seonggok batang lapuk, yang keberadaanya tidak bisa terlalu lama, secara dramatis batang lapuk itu harus dibuang menjadi sampah karena sudah tidak berguna lagi, paling hanya berguna untuk menjadi bahan bakar yang menyulut "api perpecahan".

Sebagai sebuah bangsa, mereka harus menunduk untuk menutupi rasa malu dari pandangan dunia internasional, sirnalah  kebanggan, pudarlah semangat, lemah lunglai menerima beban tak terperikan. Tapi apakah mereka akan selamanya menerima dan menyerah dari keadaan seperti itu. Jawabannya jelas “TIDAK”. Life must go on!

Merangkak, maju walaupun ngesot, sembari membersihkan puing-puing dari sisa-sisa reruntuhan kepalsuan sejarah, sedikit demi sedikit mereka berdiri, kemudian berjalan walau tertatih-tatih, bahkan suatu saat bukan tidak mungkin untuk bisa berlari cepat, sebabnya beban sejarah yang mereka pikul harus berani mereka jatuhkan, dibuang jauh sehingga langkah-langkah berikunya seolah-olah menjadi ringan, dan pada kahirnya mereka telah siap kembali menatap masa depan dengan membusungkan dada dengan bermodalkan kemurnian sejarah yang sudah sedikit demi sedikit mereka bersihkan dari kotoran sejarah yang selama ini menempel dan menyelimuti sosial dan budaya masyarakatnya.

Itulah gambaran dan sikap yang seharusnya diambil, memang meralat sebuah alur sejarah yang seoalah-olah sudah paten, teramatlah sulit, bukan hal yang gampang, karena dengannya akan banyak dampak yang ditimbulkannya, semua yang berkaitan dan mengacu pada hal tersebut harus direvisi, bahkan dihilangkan.

Menurut data yang diperoleh bahwa kepalsuan cerita sejarah di Filipina itu telah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan masyarakat, institusi-institusi pemerintah dan non pemerintah, bahkan kehidupan bernegara lebih luasnya lagi. Mulai dari dunia pendidikan sampai dunia bisnis. Diantara pengaruh Mitos Kode Kalantiaw adalah sebagai berikut:
  1. Pada tahun 1957, sebuah bangunan bekas sekolah di Panay diubah menjadi sebuah "Kuil Kalantiaw" oleh Lembaga Sejarah dan Budaya Filipina dan Kode Kalantiaw kemudian tertulis di sebuah lempeng kuningan. Museum ini bahkan menawarkan sebuah "naskah asli" dari kode tersebut.
  2. Kalantiaw dihormati oleh Angkatan Laut Filipina pada Desember 1967, dijadikan sebagai nama kapal perusak yang beasal dari Amerika Serikat yang kemudian nama diubah menjadi RPS Datu Kalantiaw pada Perang Dunia II, Tapi sungguh tragis kapal itu hilang selama badai topan Clara pada tanggal 20 September 1982.
  3. Pada tahun 1970 sejarawan terkemuka  Gregorio Zaide masih sempat berspekulasi tentang nama asli dari Kalantiaw adalah adalah Kalantiaw Lakan Tiaw atau "Chief of Brief Speech" dengan Lakan adalah awalan umum untuk nama Tagalog yangberarti "penguasa tertinggi". Sangat luar biasa lagi Zaide bahkanmereproduksi kutipan langsung dari raja mulia, "kalantiaw adalah hukum di atas semua orang". Hal yang sangat mengejutkan bahwa spekulasi Zaide ini dibuat dua tahun setelah adanya kesepakatan para sejarawan mengenai kepalsuan kode Kalantiaw. Inilah gambaran sisa-sisa untuk mempertahan kisah sejarah yang palsu tersebut.
  4. Pada tanggal 1 Maret 1971, Presiden Ferdinand Marcosmenetapkan "Orde Kalantiaw", sebuah penghargaan "untuk jasa ke negara itu di bidang hukum dan keadilan" (keputusan pemerintahNo 294). Pada tahun yang sama pemenang kontes kecantikandinobatkan dengan sebutan "Lakambini ni Kalantiaw". Pada tanggal 24 Januari 1973, Marcos juga mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 105 yang menyatakan bahwa Kuil Kalantiaw, dan semua tempat-tempat suci nasional, adalah tempat suci.Keputusan ini melarang semua bentuk penodaan termasuk "suara yang tidak perlu dan tidakan yang tidak pantas dilakukan".
  5. Beberapa sejarawan Filipina sudah membuang jauh-jauh legendaKalantiaw bahkan sebelum tesis Scott diterbitkan. Bukti tak terbantahkan dari Scott yang membuat yakin para sejarawanbahkan para sejarawan terkemuka sekalipun sepakat untuk menolak sepenuhnya tentang Kode Kalantiaw. Namun anehnya,ada satu pengecualian yang sangat mencengangkan adalahkeberadaan sejarwan Gregorio F. Zaide, penulis buku pelajaran sekolah yang tak terhitung jumlahnya tetap berusaha untuk mempertahankan mitos dari kode tersebut. Upaya dari Zaide dilakukan dengan menambahkan rincian sendiri untuk hal kode tersebut buku-buku seperti “Heroes of Philippine History1970“ (Pahlawan Sejarah Filipina), “Pageant of Philippine History, 1979“ (sejarah arak-arakan atau karnaval Filipina), “History of the Republic of the Philippines, 1983” (Sejarah RepublikFilipina)“Philippine History, 1984” (Sejarah Filipina), dan dalam penerbitan ulang dari karya-karya sebelumnya yang lebih tua. Segera setelah kematian Dr. Zaide pada tahun 1986, salah seorang putrinya, Sonia M. Zaidemerevisi buku-buku ayahnya dan dihapus sebagian dengan tulisannya sendiritapi tidak semua,bahan bakunya berdasarkan hoax. Apakah ada kepentingan dari Gregorio F. Zaide dan keluarganya? Silakan pembaca tafsirkan sendiri.
  6. Namun demikian, hantu Kalantiaw, begitu para sajarawan Filipina menyebutnya, terus menghantui warga Filipina lebih dari 30tahun setelah terkena hoax. Mitos Kalantiaw masih terpampangdi langit-langit ruang Senat tua di Manila dan pemerintah Filipinamasih meberikan tanda penghargaan "Orde Kalantiaw" untuk parahakim pensiunan. Sebuah universitas,"The Central Philippine University”, di Iloilo memiliki sendiri lambang "OrdeKalantiao", sebuah tanda ikatan persaudaraan yang pada prakteknya menjadi pusat perpeloncoan, mengalami insiden serius akibat perpeloncoan itu pada September 2001.
  7. Bahkan Institut Sejarah Nasional memberikan penghormatan terhadap Mitos Kode Kalantiaw pada tahun 1989 dengan memasukkannya kedalam volume 4 dari lima volume sejarahFilipinaThe Gintong Pamana (Golden Heritage) Awards Foundation”.
  8. Sebuah proyek dari Majalah Time USA-Filipina, memberikan penghargaan terhadap para pemimpinan komunitas Filipina-Amerika dengan "Kalantiaw Award".
  9. Bangunan, jalan dan ruang perjamuan yang tersebar di seluruh Filipina masih menanggung nama penguasa imajiner Panay, yaitu Datu KalantiawPara wisatawan masih bisa mengunjungi KuilKalantiaw di Batan, Aklan atau bahkan melewati sebuah sekolahmenengah setempat, Kalantiaw Institute.
Demikanlah hebatnya dari cerita sejarah yang sesungguhnya palsu tetapi sudah mendarah daging dan mempengaruhi pola pikir masyarakat yang berlangsung sekian lama. Pelajaran yang bisa dipetik, walaupun sudah jelas bahwa cerita sejarah itu adalah HOAX, tapi untuk menarik dan memulihkannya kembali ke kondisi benar-benar bersih, tentu memerlukan ketergantungan terhadap proses perjalanan panjang yang mengharuskan cerita kepalsuan sejarah itu sendiri lekang oleh perubahan waktu, tapi langkah yang paling tepat harus dibarengi oleh usaha keras dari para ilmuwan untuk percepatanya

MARI BELAJAR SEJARAH DARI FILIPINA  

AKHIR DAN KESIMPULAN

Judul artikel ini, “Mari Belajar Sejarah dari Filipina”, bukan dimaksudkan mengatakan bahwa di Nusantara tercinta telah terjadi kepalsuan sejarah terhadap bangsa kita sendiri secara besar-besaran, tetapi penulis mencoba menggugah kesadaran untuk penulis secara pribadi atau kita semua yang peduli terhadap sejarah yang kita banggakan dan kita cintai untuk tetap terus kreatif menggali dan jangan segan untuk bersikap kritis.

Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa terdapat beberapa kesamaan antara sejarah Filipina dengan Indonesia, kesamaanya sebagai berikut:
  1. Mengalami masa-masa penjajahan, hanya beda bangsa yang menjajahnya, Filipina oleh Sepanyol. Bisa jadi ada kepentingan secara politik dari bangsa-bangsa yang menjajahnya, dan sejarahlah alat propagandanya.
  2. Terdapat asimilasi budaya dan agama.
  3. Dipungkiri atau tidak, sama-sama dipengaruhi oleh para sejarawan yang berasal dari para penjajahnya.
  4. Minimnya dokumentasi sejarah, yang menyebabkan terbukanya celah lebar untuk memungkinkan dimasuki oleh cerita sejarah yang tidak diketahui asal muasalnya, palsu atau Hoax.
  5. Kepercayaan terhadap mitos atau legenda, yang pada akhirnya dianggap sebagai kebenaran umum, dan sulit untuk diklarifikasi.
  6. Dan lain sebagainya.
Sikap kritis yang besandarkan terhadap pengkajian dan penelitian sejarah, dengan melampirkan bukti-bukti dari sumber sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, sungguh sejatinya adalah sikap kepedulian kita terhadap hasanah budaya dan sejarah tanah air tercinta, memperkuat bukan melemahkan. Penulis yakin akan hal itu.

Sikap berpaling, taqlid atau fanatik mem”kucing” buta (daripada nyebut “babi” hehehe) justru memperjelas posisi kita yang sesungguhnya merupakan bentuk ketidakpedulian terhadap sejarah tanah air tercinta, bukan memperkaya justru sebaliknya, sikap seperti ini memperlemah bahkan pada akhirnya tidak membuat maju, jalan ditempat. Akhirnya sejarah menjadi sesuatu yang tidak berdampak, bermakna dan bernilai bagi kehidupan saat ini apalagi untuk masa yang akan datang.

Penulis tidak bermaksud juga untuk mengatakan bahwa artikel-artikel yang penulis telah tulis sebelumnya dan kemungkinan yang akan datang harus dimaknai sebagai sesuatu yang benar, tidak terbantahkan. Jelas itu tidak benar! Sekali lagi “tidak benar”, penulis hanya mencoba mengajak pembaca yang budiman untuk “berbagi” dan sungguh penulis rela menhapusnya jika ada koreksi terhadap apa yang sudah penulis tulis dalam artikel-artikel yang sudah dipublikasikan jika terjadi kesalahan, baik analisa maupun data. Harapannya seperti itu.

Ada pepatah yang mengatakan ”sekali kebohongan itu dibuat, maka akan ditutupi dengan kebohongan-kebohongan berikutnya”, dan itu benar, bisa jadi suatu fakta kebohongan sejarah ditutupi dengan fakta lain untuk memperkuat alibinya, padahal sebenarnya tetap bohong. Pepatah tersebut belaku untuk siapapun, mendunia, lintas agama pun mengakui hal itu. Ini “starting point” untuk analisa dugaan terhadap suatu fakta kebohongan, artinya analisanya harus komperehensif, dilihat dari berbagai sisi dan data secara menyeluruh.

Pada artikel “Nagarakertagama, Atlantis dan Eden” telah dinyatakan bahwa diakui atau tidak pada awal abad masehi kisaran abad 1-5 Masehi bahkan sebelumnya, catatan sejarah Nusantara berdasarkan bukti primer telah hilang, lemyap atau belum diketemukan mudah-mudahan, artinya ini awal pijakan kita untuk bersikap kritis terhadap informasi sejarah yang muncul dikemudian hari atau selanjutnya, tapi bukan juga mengandalkan aji libas alias “sapu bersih”, tetap harus sama-sama diteliti kebenaranya, bisa jadi itu membawa informasi sejarah yang benar pada kenyataanya, tetap berikan peluang sekecil apapun peluang itu, intinya seperti itu dalam mensikapi informasi sejarah yang bermunculan.

Pada bagian akhir artikel “Ken Angrok Menggugat Mbah Google” penulis menyatakan bahwa bahkan Presiden Soekarno, Presiden RI Pertama, Bapak Ploklamator sekalipun pernah menyampaikan bahwa kita harus berlaku bijak terhadap bukti sejarah yang sudah ada, dengan pernyataan simbolisasi memburu untuk membunuh tikus, jangan lumbung atau rumahnya yang dibakar, cukup cari dan bunuh tikusnya. Tentu hal ini harus dimaknai bahwa tidak semua informasi sejarah itu bohong belaka, perinsip dasarnya tetap disandarkan terhadap pembuktian yang bisa dipertanggungjawabkan.

Mari kita menjadi agen-agen perubah, perubahan penuh makna dan dapat dipertangungjawabkan secara moral dan keilmuan, menjadi manusia unggul dengan kreatifitas, tentunya kreatifitas yang progresif demi kebaikan dan kebenaran. Aminnn....!

Sekian dari terima kasih.

Salam Damai Negeriku, Salam Sejahtera Nusantaraku.

Wassalam
Penulis.

Referensi :
  1. Abeto, Isidro Escare. Philippine History Reassessed, 1989.
  2. Alip, Eufronio M. Political & Cultural History of the Philippines Vol: 1. Revised Edition, 1954.
  3. Arellano Law Foundation - The Lawphil Project, Presidential Decrees No. 105 January 24, 1973
  4. Columbia Encyclopedia, Sixth Edition.2001 www.encyclopedia.com
  5. De la Costa, Horacio. Readings in Philippine History. 1965.
  6. Del Ayre, Art. ABdA's Philippine Philatelic Website. http://www.geocities.com/abda/index.html
  7.  Dagdag, Edgardo E. Kasaysayan at Pamahalaan ng Pilipinas, 1997
  8. Leogardo, Felicitas T., Vicente R. Leogardo, M.R. Jacobo, A History of the Philippines, New Edition, 1986.
  9. National Commission on Culture and the Arts. Time Chart of Philippine Museum Development. www.ncca.gov.ph. Source: NCCA. Guidebook to Museums Series. 1990-1997.
  10. National Historical Institute. Datu Bendahara Kalantiaw, 1976
  11.  Robertson, Megan C. Medals of the World, www.medals.org.uk 2001.
  12. Scott, William Henry. Prehispanic Source Material for the Study of Philippine History. 1968.
  13.  Scott, William Henry. Looking for the Prehispanic Filipino. 1992.
  14. Scott, William Henry. Barangay, Sixteenth-Century Philippine Culture and Society. 1994
  15. version of the Code of Kalantiaw: “Political and Cultural History of the Philippines”, Volume 1 published as fact by Eufronio M. Alip, 1954
  16.  National Historical Institute. Datu Bendahara Kalantiaw, 1976
  17. Robertson, Megan C. Medals of the World, www.medals.org.uk 2001.
  18. Scott, William Henry. Prehispanic Source Material for the Study of Philippine History. 1968.
  19.  Scott, William Henry. Looking for the Prehispanic Filipino. 1992.
  20. Scott, William Henry. Barangay, Sixteenth-Century Philippine Culture and Society. 1994.
  21. Villanueva, Rene O. Apat na Dula. 1998.
  22. Yarnall, Paul R. DE-170 USS Booth. www.navsource.org. 2001.
  23. Zaide, Gregorio F. & Sonia M. Zaide. History of the Republic of the Philippines. revised edition, 1987.
  24. Zaide, Gregorio F. & Sonia M. Zaide. Philippine History. corrected edition, 1987.

No comments:

Post a Comment